Kini kajian baru menemukan hilangnya syaraf di bagian tertentu otak
mungkin menyebabkan kondisi itu. Temuan ini berpotensi menghasilkan
perawatan spesifik suatu hari nanti bagi berbagai masalah tidur pada
orang lanjut usia.
Dalam artikel di jurnal online Brain, para periset Universitas Toronto di Kanada melaporkan bahwa banyak syaraf otak yang aktivitasnya terbatas menghilang pada penderita Alzheimer dan sejumlah orang lanjut usia.
Mereka menganalisa data dari sebuah kajian yang melibatkan 1.000 subyek. Kajian itu mengamati para peserta – orang-orang sehat berusia 65 tahun – mulai tahun 1997 ketika kajian dimulai hingga mereka meninggal dan otaknya disumbangkan untuk riset.
Setiap dua tahun, para peserta mengenakan sebuah alat semacam jam di pergelangan tangan selama tanpa henti selama tujuh hingga 10 hari yang memantau semua gerakan mereka. Jika tidak ada gerakan selama lima menit atau lebih, peserta dianggap sedang tidur.
Para periset itu menganalisa otak dari 45 peserta yang meninggal. Mereka menghitung jumlah syaraf otak yang terkait dengan pola tidur, dan menghubungkan data itu dengan alat pemantau tadi.
Peserta yang tidak menderita Alzheimer dan memiliki jumlah syaraf terbanyak ternyata tidur lebih lama. Mereka yang tidak menderita tetapi memiliki syaraf lebih sedikit mengalami gangguan tidur lebih banyak.
Namun gangguan tidur paling tinggi ditemukan pada penderita Alzheimer, yang otaknya memiliki syaraf paling sedikit.
Dalam artikel di jurnal online Brain, para periset Universitas Toronto di Kanada melaporkan bahwa banyak syaraf otak yang aktivitasnya terbatas menghilang pada penderita Alzheimer dan sejumlah orang lanjut usia.
Mereka menganalisa data dari sebuah kajian yang melibatkan 1.000 subyek. Kajian itu mengamati para peserta – orang-orang sehat berusia 65 tahun – mulai tahun 1997 ketika kajian dimulai hingga mereka meninggal dan otaknya disumbangkan untuk riset.
Setiap dua tahun, para peserta mengenakan sebuah alat semacam jam di pergelangan tangan selama tanpa henti selama tujuh hingga 10 hari yang memantau semua gerakan mereka. Jika tidak ada gerakan selama lima menit atau lebih, peserta dianggap sedang tidur.
Para periset itu menganalisa otak dari 45 peserta yang meninggal. Mereka menghitung jumlah syaraf otak yang terkait dengan pola tidur, dan menghubungkan data itu dengan alat pemantau tadi.
Peserta yang tidak menderita Alzheimer dan memiliki jumlah syaraf terbanyak ternyata tidur lebih lama. Mereka yang tidak menderita tetapi memiliki syaraf lebih sedikit mengalami gangguan tidur lebih banyak.
Namun gangguan tidur paling tinggi ditemukan pada penderita Alzheimer, yang otaknya memiliki syaraf paling sedikit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar